Sabtu, 25 April 2020

Review Buku Struktur Sosial

Judul Buku      : Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir
Pengarang       : Arif Satria
Penerbit           : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Tahun Terbit    : 2015
Tebal Buku      : xii + 150 halaman
ISBN                : 978-979-461-935-3
Buku ini diterbitkan atas kerja sama antara Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Dengan tebal kurang lebih 150 an halaman, membuat buku ini menjadi salah satu buku yang bisa dibilang ringan untuk dibaca. Meskipun di dalamnya terkandung banyak fakta-fakta menarik seputar kehidupan masyarakat pesisir. 
Ditulis dengan bahasa yang lugas dan mudah dipahami, merupakan salah satu kelebihan dari buku ini. Sesuai judulnya yakni "Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir", bab per bab yang terkandung di dalamnya pun memuat hampir semua komponen dan bagian dari kehidupan masyarakat pesisir di Nusantara. Bab per bab juga disusun rapi sedemikian rupa, dan membahas hampir secara rinci semua komponen dari kehidupan masyarakat pesisir. 
Mulai dari pendahuluan, karakteristik sosial, struktur sosial, dinamika perubahan teknologi perikanan dan formasi sosial, konflik-konflik masyarakat pesisir, kemiskinan, pengelolaan sumber daya perikanan berbasis masyarakat, hingga pemberdayaan masyarakat pesisir. Dalam bab 2 sendiri diberikan contoh mengenai karakteristik sosial masyarakat maritim, yang dapat dilihat melalui empat aspek, diantaranya adalah sistem pengetahuan, sistem kepercayaan, peran perempuan, struktur sosial, dan posisi sosial nelayan. 
Dalam aspek sistem pengetahuan, dijelaskan dengan beberapa contoh dari beberapa daerah di Nusantara, diantaranya adalah sistem kalender dan penunjuk arah dengan menggunakan rasi bintang tertentu di Kirdowono dan konsep Perbani dan pemeliharaan sampan dengan pengasapan badan dengan cara membakar daun nipah ala Suku Laut. Berlanjut kepada aspek-aspek selanjutnya, bahkan bab selanjutnya dijelaskan oleh Arif Satria dengan menggunakan bahasa yang lugas dan ringkas, sehingga mudah untuk dipahami dan dipelajari. Dengan menggunakan metode penjelasan disertai dengan contoh, menurut saya, membuat pembaca lebih mudah memahami apa yang disampaikan oleh penulis. 
Begitu pula dengan buku dari Arif Satria ini, penelitian beliau yang sebelumnya telah mendalam di bidang sosiologi masyarakat pesisir Nusantara memudahkan beliau untuk memaparkan contoh-contoh konkrit yang terjadi di masyarakat pesisir berbagai penjuru Nusantara. Mulai dari nelayan Suku Laut, Kirdowono, Wonokerto Pekalongan, Madura, dan masih banyak lagi contoh lainnya dalam buku ini.

Judul:Dinamika, Struktur Sosial dalam Ekosistem Pesisir
Pengarang:Edi Susilo
Penerbit:Universitas Brawijaya Press
Tempat Terbit:Malang, Indonesia
Tahun Terbit:2010
Jumlah Halaman:xxix, 222 hlm
ISBN:978-979-8074-47-9
Edi Susilo sebagai sosok yang awalnya bergelut dalam dunia eksakta lalu melompat ke kolam ilmu sosial hingga kembali lagi ke ranah lamanya tetapi tidak melupakan aras sosialnya adalah profil ilmuwan yang mampu memadukan antara bidang perikanan, pertanian, dan sosiologi dalam karya disertasi yang akhirnya ia bukukan dengan judul sebagaimana yang tertera di atas. Tidak banyak hal yang peresensi ketahui tentang penulis buku ini selain hal umum yang diinformasikannya pada salah satu halaman tentang biodata singkat dirinya yang menggambarkan betapa karya ini menyodok sejarah panjang perjuangan masyarakat dalam menghidupi diri dan komunitasnya, sebagai salah satu cara untuk memahami dinamika yang ada, sehingga tercipta gambaran yang utuh nan penuh kehati-hatian untuk nantinya tiba pada kesimpulan yang merupakan inti dari apa yang dilihat dan didengar oleh penulis buku. Buku yang berbilang ringkas ini khas nuansa karya tulis di perguruan tinggi, yakni memiliki bab-bab yang menjelaskan kedudukan ilmu dan posisi penulis, dalam upayanya membedah fenomena masyarakat pesisir di Jawa Timur.
Buku ini dihantarkan oleh seorang pakar sosiologi yang bernama Prof. Dr. Ir. Keppi Sukesi, M.Si, yang dalam bahasannya menyambut karya tersebut sebagai salah satu karya yang ditulis dengan metode yang tidak lazim yakni kualitatif positivistik yang menurut peresensi dalam penggambarannya laksana minyak dan air tetapi nyatanya bisa diselaraskan untuk menjelaskan kenyataan sosial, hal ini terwujud karena adanya studi sejarah sosial yang menggunakan model analogi hingga akhirnya tercipta konstruksi proses dinamika masyarakat yang apik. Lebih lanjut Keppi Sukesi menjelaskan bahwa konstruksi teori yang disajikan adalah dengan melakukan sintesis antara teori evolusi dengan berbagai teori tentang struktur sosial atau dengan mengambil salah satu komponen teori tertentu lalu dikembangkan dengan cara memberikan kritik tentang pemetaan teori yang bersifat statis ke dalam pemetaanyang bersifat dinamis dalam menjelaskan dinamika yang ada di dalam masyarakat.
Buku ini tersusun dengan aplikasi yang mutakhir karena adanya halaman persembahan, halaman ucapan terima kasih, pengantar dari ilmuwan, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran, daftar simbol singkatan dan definisi, lampiran tentang alat-alat bantu dalam penelitian atau tentang penjelasan sesuatu yang sangat panjang sehingga agak mengurangi keasyikan pembaca jika ditempatkan di tengah halaman buku, indeks, daftar pustaka, dan daftar riwayat hidup.
Dari hasil turun lapangan yang dilakukan oleh penulis buku, terungkap bagaimana dinamika dan struktur sosial pada ekosistem di wilayah pesisir dusun Karanggongso yang terletak di teluk Prigi, sebuah pantai di selatan Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur. Masyarakat Karanggongso di buku ini digambarkan dalam tiga masa yakni masa isolasi pada tahun sebelum dan hingga sampai 1975, masa terbuka satu antara tahun 1976 sampai 1990, dan masa terbuka dua antara tahun 1991 sampai 2008. Penyebab utama perubahan struktur adlah masuknya unsur-unsur pembentuk dari luar, juga karena meningkatnya akses masyarakat terhadap perubahan di lingkungan lokal. Dinamika kapasitas ruang struktur sosial di ekosistem pesisir karanggongso selama masa pengamatan secara umum dapat dijelaskan dengan dua indikator yakni ketersediaan peluang bekerja dan berusaha, dan tingkat aksesibilitas individu di dalam pengeloaan dan pemanfaatan sumberdaya. Dimensi kultural yang nampak adalah adanya gotong royong saling membantu satu sama lainnya, sedangkan dimensi relasional nampak pada toleransi terhadap perbedaan pengelolaan sumberdaya pesisir dengan catatan tidak mengancam struktur yang telah lama ada. Titik kritis yang terjadi pada masyarakat di lokasi penelitian terjadi manakala masyarakat tidak lagi memiliki kemampuan untuk melakukan akses kepada sumberdaya alam yang dapat mereka kelola.
Secara umum, buku ini sangat nikmat untuk dikonsumsi, walau untuk ukurannya sebagai literatur seringkali membuat pembaca menjadi penat untuk memaknai arti kata atau kalimat, tetapi dengan gaya penulisan yang menyertakan penuturan langsung informan dari lapangan, serasa membuat pembaca bercakap langsung dengan masyarakat yang di Karanggongso, pantas menurut peresensi jika buku ini direkomendasikan tidak hanya kepada mereka yang hendak menyusun karya disertasi saja, tetapi juga kepada mereka yang baru berkenalan dengan dunia sosiologi.




Jumat, 10 April 2020

UTS SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA


UTS SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA

Kebudayaan asli Indonesia adalah hasil pertumbuhan sejarah yang berbeda-beda di berbagai pulau dan bagian pulau di Indonesia yang luas ini. Tetapi meskipun banyak perbedaannya antara penjelmaan kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain, ciri-ciri hakekat yang sama anatara kebudayaan-kebudayaan itu sedemikian banyaknya dan nyatanya, sehingga dapat kita menggolongkan sekalinya kepada dasar kebudayaan yang sama.
Seperti dalam kebudayaan-kebudayaan bersahaja yang lain dalam sejarah, bangsa Indonesia sebelum datang kebudayaan India itupun dapat dikatakan mempunyai cara berpikir yang kompelex, yaitu bersifat keseluruhan dan emosional, yaitu amat dikuasai oleh perasaan.
Kepercayaan terhadap roh-roh dan tenaga-tenaga yang gaib meresapi selurh kehidupan, baik kehidupan manusia seorang, maupun kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan. Pikiran atau perbuatan tertuju bagaimana menjauhkan pengaruh roh-roh yang bai dan bagaimana menjauhkan tenaga-tenaga gaib itu dianggap tidak berpribadi. Dan untuk mencapai maksud itu ada bermacam-macam ritus, mantera, larangan dan suruhan yang memenuhi kehidupan dalam masyarakat yang bersahaja itu.
Ekonomi, hukum, pemerintahan, kesenian, bukanlah keaktifan manusia yang terpisah pisah,tetapi sekalinya amat rapat hubungannya, tidak nyata dimana yang satu mulai dan yang lain berakhir, dan sekalinya berlaku dibawah naungan anggapan dan konsep-konsep agama. Dalam hubungan inilah telah selayaknya, bahwa ilmu yang tertinggi ialah ilmu tentang roh-roh dan tenaga-tenaga yang gaibitu, yang berhubungan dengan proses dan ketertiban kosmos.
Pengetahuan itu bukanlah diperolehnya karena penyelidikan tetapi ialah sebagai pusaka dar nenek moyang, yang roh-rohnya masih danggap hidup bersama-sama didalam masyarakat. Demikian ilmu dalam arti penjelmaan nilai teori, yang berusaha mencari pengetahuan yang berasio, nyata dan objektif, amatlah lemah. Pengetahuan dan kepandaiannya sebagian terbesar tersimpul dalam pusaka rohani yang diterimanya dari nenek moyangnya, yang dinamakan adat.
Dalam hubungan adat yang mengatur seluruh kehidupan dan yang dikuasai oleh roh-roh dan tenaga-tenaga yang gaib itulah maka masyarakat bersahaja itu konsevatif dan setatis sifatnya. Dalam hubungan inilah perkataan tua mempunyai arti yang istimewa, yaitu suci,berkuasa, dan mengetahui. Ciri lain daripada masyarakat Indonesia yang lama ialah berkuasannya nilai solidaritas. Persekutuan-persekutuan itu dapat kita bandingkan dengan republic-republik dmokrasi yang kecil.  Keputusan-keputusan yang diambil bersama-sama dengan pemufakatan. Dalam demokrasi yang mencari kebulatan pemikiran ini penting sekali kedudukan balai, yaitu bangunan tempat pertemuan dan permusyawaratan.
Kewajiban pemerintah desa itu terutama sekali menjalankan adat yang turun-temurun dan menyelesaikan perselisihan yang mungking terjadi. Suatu ciri juga dari masyarakat Indonesia asli itu ialah besarnya pengaruh perhubungan darah. Dalam masyarakat dan kebudayaan Indonesia asli terdapat beberapa corak susunan-susunan sukun yang menentukan cara menghitung keturunan, yang menentukan bentuk perkawinan, ha katas tanah, soal waris dan sebagainya. Dua susunan kerabat yang dasar ialah patrilineal dan matrilineal
Oleh karena persekutuan-persekutuan desa itu suatu kesatuan yang kukuh oleh adat yang sama, keturunan dan tempat kediaman yang sama, dan sama-sama pula mempunyai tanah dan pusaka-pusaka sakti yang turun-temurun. Cara kerjasama dan tolong menolong atau gotong royong itupun teratur oleh adat.
Kehidupan ekonomi dalam masyarakat-masyarakat kecil itu tentulah amat terbatas. Sebagian besar dari keperluan dan bahan-bahan keperluan manusia masih dapat diambil dengan mudah dari alam yang luas, bai itu makanan, maupu untuk keperluan yang lain seperti ramuan rumah, alat pembakar, bermacam-macam perkakas, obat-obatan. Demikian perdagangan masih sangat terbatas, hanya mengenai keperluan-keperluan yang sesungguhnya tidak ada di daerah itu. Rapat perhubungan dengan ini ialah perhubungan lalu-lintas yang terbatas, kaki dan kandang-kandang sapi, kuda atau sampan adalah alat perjalanan yang ada.
Yang dinamakan industri adalah kerajinan tangan untuk keperluan sehari-hari, seperti anyam-menganyam, membuat alat keperluan dari bamboo, kayu, daun atau batu, dan kadang-kadang dari tanah liat atau logam.
Dalam kuatnya kedudukan agama dalam masyarakat itu kerajinan tangan tentulah banyak ditujukan kepada keperluan agama untuk membuat bermacam bangunan, patung, sajian dan lain-lain. Karena kedudukan agama yang sangat kuat dalam kebudayaan Indonesia asli itu, telah selayaknya bahwa kehidupan ekonomipun rapat berjalin, malahan serig dtentukan oleh syarat-syarat agama.
Sebagai kebudayaan yang expresif, yaitu yang dikuasai oleh intuisi, perasaan dan fantasi, tentulah tenaga penciptaan kesenian yang berdasarkan intuisi, perasaan dan fantasi itu amat besar.
Selain daripada perjalinan dengan agama ini, seni itu rapat uga berjalin dengan nilai solidaritas , yang memuncak pada hari-hari dan kejadian-kejadian yang penting dalam kehidupan suku, desa atau keluarga seperti perkawinan, kematian ataupu perayaan sebelum atau sesudah panen dan sebagainya. Kebudayaan itu dikuasai oleh nilai agama, yang diikuti oleh nilai solidaritas dan nilai kesenian, sedangkan dalam sifatnya yang demokratis nilai kuasa dalam susunan masyarakat adalah lemah.. nilai ilmu lemah, karena pemikirannya yang berasio belum berkembang sedangkan perasaan masih terlampau berkuasa  dalam menghadapi alam. Niali ekonomi juga belum berkembang, karena oleh kekayaan alam belum timbul keperluan beusaha keras, sedangkan oleh kurangnya pengetahuan alam yang objektif kemungkinan-kemungkinan alam yang sesungguhnya belum diketahui dan merangsang untuk berusaha.
Analisa perbandingan dari masing-masing periode pada jaman paleo,meso, neo, dan logam.
Zaman paleolitikum atau zaman batu tua berlangsung kira kira pada masa pleistosen awal, sekitar 600.000 tahun yang lalu. Pada masa itu manusia memenuhi kebutuhannya dengan cara berburu secara berkelompok terus meracik makanan dengan sederhana. Manusia pada zaman paleolitikum ini mereka tidak mempunyai tempat tinggal menetap, mereka hidup secara nomaden. Mereka tinggal di padang rumput, goa, dan yang deket sama sumber air (sungai, laut, pantai, dll). Mereka nyari tempat tinggal yang deket sama sumber air soalnya sumber air bisa buat sumber air minum, sumber makanan sama sarana transportasi. Hidup manusia pada zaman paleolitikum masih sangat bergantung pada alam sekitar, mereka bertahan hidup dengan cara mencari makanan yang ada di sekitar wilayah tempat tinggal mereka.
Pada zaman paleolitikum alat-alat yang digunakan untuk mencari makan masih bersifat sederhana. Mereka menggunakan kapak yang bentuknya masih kasar, contohnya kapak genggam yang fungsinya buat memotong, menggali dan menguliti binatang. Semua manusia yang hidup pada zaman paleolitikum masih belum mengenal tulisan. Mereka menggunakan bahasa yang sederhana untuk berkomunikasi.
Manusia yang hidup pada zaman paleolitikum ini  manusia jenis Pithecanthropus Erectus, manusia yang jalannya tegak atau jalannya tegap. Alat-alat yang digunakan pada zaman paleolitikum yaitu seperti kapak genggam dan juga kapak perimbas.
Pada zaman paleolitikum ada dua jenis kebudayaan yaitu kebudayaan pacitan dan kebudayaan ngandong. Dan pada zaman paleolitikum terdapat salah satu peninggalan yaitu alat yang terbuat dari tulang binatang
Zaman mesolitikum merupakan zaman batu madya atau tengah. Ini karena diperkirakan terjadi pada masa holosen yang terjadi sekitar 10.000 tahun lalu. Di zaman batu tengah ini, dipercaya kalau manusia pra sejarah masih menggunakan batu untuk alat sehari-hari. Zaman mesolitikum  atau zaman batu madya tentu lebih maju dibandingkan zaman paleolitikum.
Pada zaman mesolitikum ini sudah mulai ada perubahan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Meskipun dalam segi memenuhi kebutuhannya masih sama pada waktu zaman paleolitikum, namun pada zaman mesolitikum ini semua manusia tidak lagi nomaden mereka  sudah memiliki tempat tinggal yang tetap. Manusia pada zaman ini sudah memiliki kemampuan  bercocok tanam meskipun cara yang digunakan masih sedehana. Sudah bisa membuat kerajinan dari gerabah. Masih melakukan food gathering (mengumpulkan makanan). Alat alat yang dihasilkan hampir sama dengan zaman palaeolithikum yaitu alat-alat yang terbuat dari batu dan masih kasar. Ditemukannya sampah dapur yang disebut kjoken mondinger.
Manusia pendukung zaman mesolitikum adalah bangsa melanosoid. Bangsa ini menyerupai nenek moyang orang Sakai, Aeta, Aborigin dan juga Papua. Alat-alat yang digunakan pada zaman mesolitikum yaitu kapak genggam, kapak pendek, dan pipisan.
Pada zaman mesolitikum terdapat beberapa barang peninggalan dan kebudayaan, yaitu :
1. Abis sous roche
2. Kjokkenmoddinger (sampah dapur).
3. Kebudayaan tulang dari sampung (sampung bone culture)
4. Kebudayaan bacson-hoabinh
5. Kebudayaan toala
Zaman neolitikum atau bisa disebut juga dengan zaman batu baru  ini telah hidup jenis Homo sapiens sebagai pendukung kebudayaan zaman batu baru. Mereka mulai mengenal bercocok tanam dan beternak sebagai proses untuk menghasilkan atau memproduksi bahan makanan.
Cara hidup zaman neolithikum membawa perubahan-perubahan besar, karena pada zaman itu manusia mulai hidup berkelompok kemudian menetap dan tinggal bersama dalam kampung. Berarti pembentukan suatu masyarakat yang memerlukan segala peraturan kerja sama. Pembagian kerja memungkinkan perkembangan berbagai macam dan cara penghidupan di dalam ikatan kerjasama itu.
Dapat dikatakan pada zaman neolithikum itu terdapat dasar-dasar pertama untuk penghidupan manusia sebagai manusia, sebagaimana kita dapatkan sekarang. Kira-kira 2000 tahun SM, telah datang bangsa-bangsa baru yang memiliki kebudayaan lebih maju dan tinggi derajatnya. Mereka dikenal sebagai bangsa Indonesia Purba.
Pada zaman batu muda, kehidupan manusia purba sudah berangsur-angsur hidup menetap tidak lagi berpindah-pindah, manusia pada zaman ini sudah mulai mengenal cara bercocok tanam meskipun masih sangat sederhana. Selain kegiatan berburu yang masih tetap dilakukan. Manusia purba pada masa neolithikum sudah bisa menghasilkan bahan makanan sendiri atau biasa disebut food producing.
Peralatan pada zaman neolitikum ini sudah mulai di asah sampai halus, beda dari zaman-zaman sebelumnya yang peralatannya masih belum di asah atau masih kasar. Peralatan pada zaman neolitikum yaitu berupa kapak lonjong dan kapak persegi.
Pada zaman neolitikum terdapat beberapa peninggalan- peninggalan berbentuk benda atau bangunan dari batu dalam ukuran yang besar. Peninggalan pada zaman neolitikum yaitu seperti :
1. Dolmen
2. Mendir
3. Punden Berundak
4. Arca atau Patung
5. Sarkofagus
6. Waruga
7. Kubur Batu
Zaman Logam pada zaman ini manusia sudah semakin maju, dimana manusia pada zaman ini sudah mengenal logam dan teknik cara pengolahannya. Dengan hal tersebut manusia pada masa itu sudah dapat dikatakan memiliki taraf hidup yang tinggi. Pengolahan logam juga lebih mudah dibandingkan dengan pengolahan menggunakan batu. Selain logam dapat dengan mudah dibentuk, logam juga banyak ditemukan di lingkungan sekitar.
Keterampilan yang digunakan untuk teknik pengolahan logam sejalan dengan pola pikir masyarakat. Dengan demikian perkembangan pada zaman tersebut semakin meningkat. Oleh sebab itu, zaman logam juga dapat di katakan dengan zaman perundagian.
Pada zaman logam terdapat beberapa ciri-ciri, yaitu :
1. Pada zaman logam kegiatan perdagangan semakin maju. Pada masa ini perdagangan di Indonesia sudah dilakukan dari pulau satu ke pulau lainnya. Bahkan juga sudah mencapai kawasan Asia Tenggara menggunakan sistem barter. Barter adalah tukar menukar barang dengan nominal yang sama. Pada saat itu alat penukaran barang barter berupa perunggu, kayu, rempah-rempah dan timah.
2. Penguburan mayat pada masa itu langsung dikubur didalam tanah atau dimasukkan ke dalam peti mati lalu dikubur di dalam tanah. Sedangkan penguburan yang dilakukan secara tidak langsung yaitu penguburan dengan cara mayat yang sudah ada di dalam tanag atau peti mati yang berbentuk kayu. Kemudian diambil dan dibersihkan kembali disebuah alat tempayan atau kubur batu.  
3. Pada zaman logam kebudayaan semakin tinggi. Masyarakat pada masa itu juga memilki kebudayaan tersendiri dan seiiringnya perkembangan waktu kebudayaan tersebut menjadi lebih maju dan berkembang.
 4. Pengolahan logam yang semakin mahir. Terbukti dengan adanya peninggalan-peninggalan yang berbahan dasar menggunakan logam.
 5. Kemajuan dalam bidang pertanian. Pada zaman logam ini tidak hanya persoalan logam yang mengalaim kemajuan namun di bidang pertanian pada saat itu juga mengalami kemajuan, bidang pertanian pada saat itu menggunakan sistem persawahan yang lebih efisien dan praktis dibandingkan sistem ladangnya.
Zaman logam memiliki beberapa zaman. Diantaranya adalah zaman tembaga, perunggu, dan juga besi.
1. Zaman Tembaga
Zaman tembaga merupakan zaman awal manusia mengenal peralatan-peralatan manusia terbuat dari logam. Namun zaman ini tidak banyak membawa pengaruh terhadap perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Zaman logam berkembang di luar wilayah Indonesia seperti Kamboja, Semenanjung Malaka, Vietnam dan Muangthai.

2. Zaman perunggu
Kebudayaan perunggu di wilayah Asia Tenggara merupakan salah satu pengaruh dari kebudayaan dongson yang berkembang di daerah Vietnam. Geldern mengatakan bahwa kebudayaan dongson ini berkembang yang paling muda (sekitar 300 sebelum masehi). Salah satu pendukung dari kebudayaan perunggu adalah bangsa deuteuro melayu (melayu muda) yang migrasi ke wilayah di Indonesia dengan membawa kebudayaan dongson. Keturunannya adalah Jawa, Bali, Bugis, Madura.
3. Zaman Besi
Zaman Besi adalah zaman dimana manusia telah membuat suatu alat dengan terlebih dahulu melebur besi dari bijihnya kemudian menuangkan ke dalam cetakan menjadi alat-alat yang akan dibuat olehnya. Pembuatan alat-alat yang berasal dari besi ini lebih sempurna dibandingkan dengan tembaga atau perunggu. Alat -alat atau benda-benda yang dihasilkan pada zaman besi ini antara lain mata kapak dan mata tombak.
Peninggalan zaman logam banyak ditemukan di Indonesia, yang sekarang sudah dimuseumkan. Salah satu bentuk peninggalan yang ditemukan adalah alat yang digunakan pada zaman perunggu, yaitu :
1. Candrasa
2. Kapak Corong
3. Nekara
4. Moko
5. Benjana Perunggu
6. Arca Perunggu

Minggu, 05 April 2020

Uts

Nama : Ainun Nadifa
NIM : 180110301082

1. Kajian sejarah sosial dapat diartikan sebagai setiap gejala yang memanifestasikan kehidupan sosial suatu komunitas atau kelompok. Secara spesifik kajian sejarah sosial juga dapat diartikan sebagai bahwa sejarah sosial merupakan kajian peristiwa-peristiwa historis dengan perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat.

Kedudukan kajian sejarah sosial terhadap sosiologi adalah sama, yaitu mempelajari mengenai manusia atau masyarakat, namun dibedakan dalam aspek ruang dan waktu. Sejarah sosial melihat masyarakat dalam batasan ruang dan waktu tertentu sehingga menghasilkan suatu keunikan yang berbeda dengan ruang dan waktu yang lain. Di sisi lain, sosiologi melihat masyarakat tanpa memberi tekanan atau perhatian terhadap aspek temporal. Hal ini menghasilkan kajian yang bersifat generalisir dan memungkinkan menghasilkan suatu teori, sejarah sosial dan sosiologi saling melengkapi satu sama lain.

2. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian sejarah sosial ialah metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif dapa dimaknai sebagai suatu metode berganda dalam fokus, yang melibatkan suatu pendekatan interpretative dan wajar terhadap setiap pokok permasalahannya. Metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif ialah :
- Fenomenologi, yaitu penelitian yang berusaha menjelaskan suatu fenomena/kejadian berdasarkan pemahaman atau hasil pemikiran informan atau objek penelitiannya.
- Deskriptif, yaitu penelitian yang berupaya memeberikan gambaran secara lengkap mengenai suatu permasalahan sosial.
- Studi kasus, yaitu penelitian yang bertuuan menjelaskan latar belakangdan gambaran suatu kasus sosial yang cenderung berbeda khusus dan tidak selalu ditemukan d tiap-tiap daerah atau waktu tertentu.
- Penelitian Historis, yaitu bertujuan menjelaskan kembali peritiwa ataupun gejala sosial pada masa lampau. Penelitian ini menggunakan tulisan, artefak, ataupun bukti-bukti, peninggalan sejarah.
Sedangkan metode kuantitatif, sebagaimana namanya ialah suatu metode yang mendasarkan pada kuantitas atau jumlah. Oleh karenanya metode kuantitatif selalu berkaitan erat dengan angka-angka, jumlah populasi, cacah jiwa, statistic, luas wilayah, dan lain sebagainya. Metode yang dipergunkan dalam metode kuantitaf adalah :
- Eksperimen, yaitu penelitian yang digunakan untuk menemukan hubungan baru atau hasil tertentu melalui serangkaian tindakan percobaan.
- Survei, yaitu bentuk penelitia yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang karateristik, tindakan, dan pendapat yang mewakili populasi melalui kuisioner ataupun wawancara.
- Deskriptif Kuantitatif, artinya angka-angka yang diperoleh atau yang telah diolah dijelaskan sesuai standardisasi tertentu.
- Penelitian Eksplanatif, bertujuan menjelaskan variable-variabel yang memiliki kecenderungan tertentu yang muncul sebagai akibat adanya variable bebas.
- Komparatif, bertujuan membandingkan dua variabel atau lebih yang muncu karena adanya variabel bebas.
- Eksploratif, bertujuan mengenali variabel tertentu dan suatu fenomena sosial yang ingin diketahui maknanya.
- Koresional, bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana dampak variasi-variasi suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi lain dalam satu faktor atau lebih.

3. Metode penelitian kualitatif menyusun sebuah proses yang dih=gunakan untuk mengkaji masalah dalam penelitian. Aspek rekontrksi sejarah sosial tidak dapat diukur dengan menggunakan sistem matematis, dan pengukuran seperti pada pendekatan kuantitatif. Teori-teori ilmu sosial sangat penting bagi sejarawan dalam rangka membantu untuk memberi penjelasan-penjelasan tentang fenomena masyarakat pada masa lampau yang akan dilakukan rekontruksi. Seiring dengan berkalunya waktu, pada awal yang terjadi kekaburan pada peristiwa itu kemudian terjadi kegelapan, sehingga akhirnya lmu sejarah berusaha mengembalikan peristiwa yang tejadi di amsa lampau itu dari kegelapan kebawah sorot cahaya zaman sekarang yang sedapat mungkin sesuai degan bentuk aslinya.

4. Dalam ilmu sejarah banyak pendekatan-pendekatan yang ada keterkaitannya namun sejarah lebih sering dikaitkan dengan ilmu sosial. Ilmu sejarah mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan di masa lalu. Sekarang mulai dapat dirasakan untuk memikirkan serta menyusun metodologi yang sesuai. Dalam dimensi ruang yang terjadi adalah suatu dimensi tersebut dapat membantu menjelaskan kejadian-kejadian sejarah yang berhubungan dengan sumber dan bentuk-bentuk serta sejarah mengenai manusia. Berbagai konsep dan teori ilmu ekonomi, sosiologi, antropologi, dan psikologi banyak berkaitan dengan bidang yang lebih khusus mengenai beidang pengalaman.

5. Menurut saya oerubahan sosial akan dipandang sebagai sbeuah konsep yang serba mencakup sebuah perubahan fenomena sosial di berbagai tingkat kehidupan manusia. Perubahan sosial dapat dipelajari dari stau tingkat atau lebih dengan menggunakan berbagai bentuk pembelajaran dan berbagai macam analisis. Pembangunan nasional adalah suatubentuk upaya melakukan transformasi atau perubahan masyarakat dari budaya masyarakat agraris tradisional menuju modern. Dahulu masyarakat bermata pencaharian di sector pertanian sebagai petani dan buruh tani dengan penghasilan yang hanya sukup untuk memenuhi kebutuan sendiri dan keluarga saj. Namun seiring perkembangan jaman teknologi semakin modern, masyarakat mulai hidup rukun dan memiliki solidaritas yang tinggi.

Sabtu, 04 April 2020

IMPLEMENTASI PENULISAN SEJARAH SOSIAL DI INDONESIA


BAB 7
IMPLEMENTASI PENULISAN SEJARAH SOSIAL DI INDONESIA

            Penulisan sejarah sosial di Indonesia dilakukan oleh sejarawan asing maupun oleh sejarawan Indonesia sendiri. Beberapa karya sosiologi dapat dijadikan referensi dalam mengamati gejala dan fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat Indonesia. Berikut adalah contoh karya penulisan sejarah oleh para sejarawan:
1.      Penulisan Sejarah Sosial oleh Ilmuwan Asing
Dalam khazanah historiografi Indonesia, terdapat beberapa karya yang ditulis leh ilmuwan asing. Beberapa dari karya tersebut adalah:
Benjamin White, “Indonesia’s Population Problems and Policies: A Non-Malthusian View” dalam Jean Paul Dirkse, et. Al., Development and Social Welfare: Indonesia’s Experiences under the New Order . Leiden: KITLV Press, 1993, hlm. 105-113.
Denys Lombard. Nusa Jawa: Silang Budaya. Kajian Sejarah Terpadu. Bagian I: Batas-Batas Pembaratan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Denys Lombard. Nusa Jawa: Silang Budaya. Kajian Sejarah Terpadu. Bagian II: Jaringan Asia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Denys Lombard. Nusa Jawa: Silang Budaya. Kajian Sejarah Terpadu. Bagian III: Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.
W.F. Wertheim. Masyarakat Indonesia dalam Transisi, Studi Perubahan Sosial. Yogyakarta, Tiara Wacana, 1999.
2.      Penulisan Sejarah Sosial oleh Sejarawan Indonesia
Berikut ini sejumlah karya sejarah sosial di Indonesia. Tentu saja penulisan sejarah sosial masih terus berlanjut dengan berbagai tema dan format penulisan. Hal ini menunjukkan bahwa sejarah sosial di Indonesia mendapat tempat baru d hati dan pikiran sejarawan.
      Kuntowijoyo. Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris: Madura, 1950-1940. Yogyakarta: Mata Bangsa, 2002.
Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan petani Banten 1888. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1984.
Sartono Kartodirdjo. Protest Movement in Rural Java: A study of Agrarian Unrest in the Nineteenth and Early Twentieth Centuries. Singapore: Oxford University Press, 1973.
Suhartono. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta, 1830-1920. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991.
Wasino. Modernisasi di Jantung Budaya Jawa. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2014.
Sejarah Mikro Merupakan peristiwa sejarah yang terjadi pada lingkup spasial yang sangat kecil. Sejarah lokal dan sejarah pedesaan dapat dikategorikan didalamnya. Karena ruang lingkupnya yang kecil maka seringkali sejarah mikro tidak mendapat perhatian dan antusias dari sejarawan dan mahasiswa Ilmu Sejarah.
Beberapa batasan-batasan yang memenuhi syarat untuk disebut “mikro” . Beberapa permasalahan yang dapat diselidiki antara lain:
  1. modernisasi desa
  2. Ketahanan ekonomi desa
  3. Pola hubungan patron-client di antara petani
  4. Perkebunan rakyat
  5. Pasang surutnya lembaga non formal
  6. Kekuasaan tokoh-tokoh tradisional
  7. Peran kaum pembaharu
  8. Peta politik pedesaan
  9. Perubahan pola konsumsi masyarakat
  10. Gizi dan penyakit, isu-isu kesehatan lain
  11. Peran kelas menengah pedesaan.
Pada pinsipnya, penulisan sejarah mikro perlu metodologi yang khusus, kerangka konseptualnya haruslah cukup halus agar dapat dilakukan analisis yang tajam. Dengan demikian diharapkan pola-pola mikro dapat diekstrapolasikan. Hal-hal yang perlu ditonjolkan adalah struktur, pola, atau kecenderungan-kecenderungan khusus.

Model-Model Penulisan Sejarah


BAB 6
MODEL-MODEL PENULISAN SEJARAH

Aliran Annales sebagai pelopor penulisan sejarah sosial merupakan reaksi dua sejarawan Perancis Marc Bloch dan Lucien Febvre atas stagnasi dalam historiografi Perancis yang didominasi sejarah politik. Mereka mengawali perjuangan dengan mendirikan jurnal Annales d’histoire economique et sociale yang menjadi induk dari aliran Annales.
Annales bermaksud melawan “berhala dari suku sejarawan” yang terdiri atas berhala politik yang melebih-lebihkan pentingnya peristiwa politik, berhala individu yang hanya menekankan pada orang-oran besar, dan berhala kronologis yang menyebabkan sejarawan terperosok dalam perangkap narativisme.
Aliran Annales juga mengkritik spesialisasi dalam sejarah. Pandangan mainstream dalam penulisan sejarah Perancis khususnya, menganjurkan pemisahan topik dan periode sejarah sehingga menghasilkan spesialisasi. Bagi kaum Annales, spesialisasi seperti ini merupaka bentuk hambatan dlam upaya memahami masyarakat manusia secara lebih paripurna.
Tokoh-tokoh sejarawan besar dari aliran Annales antara lain :
1. Lucien Febvre dengan tulisannya Philippe II et la Franche Comte (1911) dan  A Geographical Introduction to History yang terbit pada tahun 1925.
 2. Marc Bloch, dihormati dengan kajiannya tentang masyarakata feodal. Studi Bloch tentang masyarakat feodal adalah analisis hubungan structural di dunia feodal. Dalam studinya, Bloch menganalisis secara komprehensif interaksi antara lingkungan fisik, kondisi material, kesadaran kolektif dan mentalitas, dan intitusi sosial, hubungan kelas, dan organisasi politik yang berlaku di masyarakat feodal.
 3. Fernand Braudel dengan studinya tentang dunia laut Tengag pada masa Raja Philip II dari Spanyol, terbit pada 1949.
Menurut Marx, ada tiga tema yang menarik saat mempelajari perubahan sosial dalam suatu masyarakat:
 1. Perubahan sosial menekankan pada kondisi materialistis berpusat pada perubahan-perubahan cara atau teknik produksi material sebagai sumber perubahan sosial budaya.
 2. Perubahan sosial utama adalah kondisi-kondisi material dan cara-cara produksi pada satu pihak, sementara itu hubungan-hubungan sosial serta norma-norma kepemilikian berada pada pihak yang lain,
 3. Bahwa manusia menciptakan sejarah materialnya sendiri.
Menurut Durkheim dengan teori struktural fungsionalnya, struktur yang pertama kali berubah adalah struktur penduduk, dimana perubahan ini akan menyeret perubahan yang lain. Dalam histortiografi sosial Indonesia, muncul nama Sartono Kartodirdjo sebagai pelopor dengan “ Pemberontakan Petani Banten”. Sartono sekaligus merintis studi sejarah kritis, dengan mengkritik tulisan D.J.M Tate tentang perubahan dalam masyarakat Indonesia.
Kritik Sartono adalah karya Tate terlalu menyederhanakan masalah karena mengabaikan faktor internal yang ada dalam masyarakat Indonesia. Sebab pada realitanya apa yang terjadi dalam masyarakat adalah interaksi yang khas dan khusus pada masa dan tempat tertentu. Sartono juga tidak semata-mata mengikuti pemikiran van Leur yang mendasarkan pada teori Durkheim, melainkan Sartono menggunakan teori Max Weber. Menurutnya tindakan individu yang menjelma dalam sistem sosial masyarakat.
Sartono menganjurkan rapprochement atau proses saling mendekati antara Ilmu Sejarah dengan ilmu sosial lainnya karena hal ini menajadi suatu tuntutan dalam historiografi.

Perubahan Sosial


BAB 5
PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan sosial sebagai proses sejarah. Perubahan sosial salah satu kajian sosiologi yang paling dinamis, hal ini dikarenakan perubahan selalu terjadi dan terkadang tidak bisa dihindari. Perubahan sosial berbeda dengan perubahan lainnya. Yang menjadi pembeda perubahan sosial dengan perubahan lainnya adalah perubahan sosial menekankan perubahan yang terjadi pada aspek kultural atau budaya serta aspek struktural (struktur masyarakat), dan dampaknya terhadap kehidupan sosial .
William Ogburn mengemukakan ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun immaterial. Penekanan  diberikan kepada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur kebudayaan immaterial. Sementara Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Sedangkan Lauer menyebut bahwa perubahan sosial merupakan sebuah konsep yang serba mencakup, yang menunjuk kepada perubahan fenomena sosial di berbagai tingkat kehidupan manusia, mulai dari tingkat individual hingga tingkat dunia.
Bentuk perubahan sosial ada tiga, yaitu:
               1. Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat
 2. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar
 3. Perubahan yang Dikehendaki dan Perubahan yang Tidak Dikehendaki.
Bahasan tentang perubahan sosiak tidak dapat dilepaskan dari filsafat Barat mengenai pandangan terhadap kemajuan manusia adalam masyarakat yang ditimbulkan oleh kemajuan masyarakat. Terdapat dua kelompok pemikiran utama yang menopang ilmu pengetahuan Barat, yait filsafat Yunan dan perilaku kehidupan Kristiani yang bersifat progresif dan perfection.
Menurut Sartono Kartodirjo, pembahasan mengenai perubahan sosial dari perspektif sejarah berangkat dari tiga butir referensi sebagaimana akan disampaikan berikut :
 1. Dinamika masyarakat menunjukkan pergerakan dari tingkat perkembangan awal menuju tingkat perkembangan lebih lanjut.
 2. Teori perubahan sosial selalu menunjukkan bahwa perubahan sosial memiliki arah, dari yang sederhana menuju kompleks.
 3. Dalam studi sejarah tentang perubahan sosial yang dikaji adalah masalah pola, struktur, dan tendensi dalam proses perubahan tersebut.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan sosial menurut Robert Lauer :
1. Teknologi
                        Teknologi adalah salah satu mekanisme pendorong perubahan dimana manusia selamanya akan terus memelihara dan menyesuaikan diri dengan alam yang senantiasa diperbarui oleh teknologi.
2. Ideologi
                        Dalam sebuah Ideologi terdapat keterkaitan dengan perubahan sosial. Ada 2 macam ideologi mempengaruhi perubahan, yaitu;
 1.Ideologi Menghalangi Perubahan
 2. Ideologi Mempermudah Perubahan.
3. Kekerasan
                         Kekerasan identik dengan konflik, pertempuran bahkan peperangan. Maka dari itu kekerasan juga menjadi salah satu faktor penyebab perubahan sosial. Lima macam acuan yang bisa dipakai yaitu:

 1. Kekerasan dapat mempengaruhi perubahan
 2. Dapat terjadi perubahan tanpa kekerasan
 3. Kekerasan dapat menghasilkan keadaan yang sebaliknya.
4. Pemerintahan
Hampir serupa dengan ideologi , pemerintahan sebagai perintang sekaligus pendorong perubahan sosial.
5. Elit
                     
6.                 6.    Pemuda
          Banyak pihak yang meyakini bahwa pemuda adalah motor peprubahan atau agent of change dan sebagainya. Teori-teori tentang peran pemuda dalam perubahan sosial mungkin diterapkan dalam kasus sejarah Indonesia, sehingga kita harus pintar-pintar mensinkronkan antara teori dengan peristiwa sejarah itu sendiri. akan biasa apabila.
Pendekatan makro dalam kajian perubahan sosial di Indonesia mayoritas terlalu menekankan pada aspek politik yang berfokus pada kelompok elit. Upaya untuk membangun pemahaman kehidupan masyarakat kecil belum begitu banyak dilakukan.
Perubahan yang mungkin menjadi terjadi dalam aspek makro diantisipasi dalam sejumlah aspek yaitu:
1.      Sejarah umum politik Indonesia
2.      Sejarah ekonomi di Indonesia
3.      Sistem status yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang beraneka ragam
4.      Reformasi adama adalah bentuk kajian pengaruh Islam atas bentuk kebudayaan lokal
5.      Perubahan karena pola hubungan kerja
6.      Dinamika kebudayaan masyarakat lokal
7.      Tumbuh dan berkembangnyanasionalisme


Jumat, 03 April 2020

Teori-Teori Sosial (Bagian 2)


BAB 4
TEORI-TEORI SOSIAL (BAGIAN 2)

            RA Kartini merupakan tokoh yang berjuang dalam kondisi sosial yang sulit di bawah tekanan feodalisme dan konservatifme pemikiran masyarakat ningrat. Wanita dalam sistem sosial memiliki peran yang penting dalam masyarakat tertent, misalnya di kalangan pengusaha batik di Laweyan pada awal abad ke-20. Masyarakat jawa, meskipun bercorak patrilineal namun sesungguhnya terdapat peran-peran khusus dan signifikan diaman hanya dapat dilakoni oleh kaum wanita. Hal ini merupakan peluang bagi penulisan sejarah sosial dengan topic wanita dalam suatu sistem sosial.
            Perkembangan sosial-ekonomi kontemporer memberikan ruang kepada wanita untuk ambil bagian dalam sistem. Kemunculan pengusaha-pengusaha wanita tidak hanya merupakan indikasi bangkitnya semangat wraushaa, namun juga tentang bagaimana wanita mengelola bidang-bidang spesialisasi wanita menjadi kekuatan dalam masyarakat.
Korupsi merupakan penyakit negara yang bersifat kompleks bahkan menjadi semakin rumit karena pandangan umum terhadap komitmen antikorupsi sering kali tidak relevan. Jika korupsi di mafhumi sebagai suatu perbuatan dosa besar, maka orang-orang yang mengerti ajaran agama tentu tidak akan melakukan tindak pidana korupsi.
Ilmu sejarah dapat melihat korupsi sebagai sebuah gejala zaman maupun sebagai suatu bagian dari proses yang berkelanjutan. Banyaknya korupsi yang terjadi di Indonesia membuat sejarawan memiliki banyak opsi untuk melihat korupsi dari berbagai dimensi dengan cermat Mochtar Lubis memperkenalkan beberapa bentuk korupsi yang “berwajah banyak” :
-          Korupsi tidak hanya berlaku di kalangan pegawai negeri/birokrasi negara
-          Korupsi juga terjadi di organisasi usaha swasta
-          Pegawai birokrasi/ swasta dapat melakukan korupsi dengan mencuri uang negara/          perusahaan
-          Bentuk korupsi yang lebih halus dan hilai dipraktikkan oleh pejabat-pejabat kolonial.
-          Bentuk korupsi politik.

Masalah korupsi perlu mendapatkan perhatian lebih, apakah istilah tersebut tidak lebih dari sekedar penilian pribadi yang menunjukkan turunannya standar moral dibandingkan dengan “zaman keemasan” yang telah lewat. Ataukah korupsi sebatas cap yang diberikan oleh para anggota masyarakat “birokrasi” untuk menafikan cara-cara lain dalam mengorganisir kehidupan politik.
Korupsi dapat merupakan suatu resistensi jagka panjang yang dilakukan para pejabat tertentu sebagai “balas dendam” terhadap sistem yang mengurung mereka. Hal ini misalnya nampak pada kajian Waquet.
Kajian tentang gerakan sosial sempat mengalami masa masa dimana sejarawan kurang menaruh minat yang disebabkan oleh masih kuatnya pengaruh historiografi Neerlandosentris dalam sejarah indonesia
Gerakan sosial di indonesia menunjukkan adanya beberapa kategori :
  1. Perbanditan sosial
  1. Gerakan protes keadaan atau peraturan yang tidak adil
  1. Gerakan yang bersifat revivalistis
  2. Gerakan bercorak nativistis
  3. Gerakan mesianistis
  4. Gerakan gerakan yang dijiwai semangat perang sabil.
Sartono membuat kategori kategori gerakan meskipun secara umum seluruhnya merupakan protes sosial, nampak keunikan dari masing masing gerakan khususnya terhadap motif dan kekuatan yang mendorong kemunculan gerakan  protes tersebut.
Gerakan protes sosial di pedesaan-pedesaan Jawa antara abad ke-19 samapi abad ke-20 menggeliat dalam berbagai bentuk, mulai huru-hara samapi dengan aksi perbanditan diama dalam gerakan-gerakan tersebut dapat digolongkan dalam kategori-kategori tertentu.